Sabtu, 28 Juli 2012

"Maaf, kita gak jadi nikah..." (part 1)


          Gue percaya kalo jodoh ada di tangan Tuhan. Gue percaya siapapun nanti yang jadi pendamping hidup gue adalah jodoh gue, dan jodoh adalah takdir yang diberikan oleh Tuhan. Seberapapun kita setia sebagaimanapun kita mempertahankan seseorang yang kita cinta, tapi pada akhirnya kita tetap pisah berarti dia bukanlah jodoh yang ditakdirkan oleh Tuhan untuk kita. Karena suatu hari kita pasti akan menemukan seseorang yang Tuhan kirimkan sebagai pendamping hidup kita.

          Di keluarga gue – yang gue tahu – ada dua orang yang pernah mengalami hal serupa tentang perpisahan padahal sebentar lagi mereka menikah.

          Yang pertama mengalaminya adalah tante gue. Tante gue pacaran sama temen kampusnya dari awal semester dua. Kalo gak salah, dia pacaran sama kakak tingkatnya. Akhirnya mereka lulus kuliah dan bekerja di perusahaan yang berbeda. Mereka udah pacaran sekitar 4 tahun lebih terus akhirnya mereka tunangan. Tante gue bahagia banget. Dia bilang ke semua orang kalo sebentar lagi dia mau nikah sama laki-laki itu. Tunangannya udah deket sama keluarga. Deket banget sama gue. Gue manggil dia om dan sudah seperti layaknya om sendiri, gue manja-manjaan sama dia. Namanya Om Ading.

          Keluarga si laki-laki ini keturunan Arab. Saat itu tanggal pernikahan sudah ditetapkan. Sebentar lagi mau nyetak undangan. Hari itu, tante gue datang ke rumah Om Ading. Niatnya sih maen. Gue gak tau kejadiannya kaya gimana, yang jelas saat itu tante gue secara gak sengaja mendengar percakapan Om Ading dan ayahnya. Tante gue denger jelas kalo ayahnya nyuruh Om Ading untuk menikahi wanita pilihannya setelah menikahi tante gue. Ya, Om Ading disuruh poligami. Tante gue kaget bukan main, dan Om Ading akhirnya tau kalo tante gue secara gak sengaja denger percakapan mereka. Tante gue pulang sambil nangis. Pulang ke rumah, dia langsung masuk kamar.

          Keluarga akhirnya tahu kejadiannya dari mulut tante gue. Terus Om Ading datang ke rumah. Dia minta maaf. Dia bilang dia tetap mau menikahi tante gue, tapi dia juga gak bisa nolak perintah ayahnya. Dia bilang, dia takut dianggap anak durhaka.

          Tante gue gak terima. Dia bilang, dia gak mau dimadu. Dia bilang, belum nikah aja udah ada rencana dimadu, gimana kalo nikah? Terus mereka berdua berdebat. Pada akhirnya keputusannya adalah tante gue merelakan Om Ading dengan wanita lain. Ya, mereka memutuskan pertunangan mereka.

“Maaf, kita gak jadi nikah…” itu kata-kata Om Ading untuk tante gue. Tante gue terima walau kami sekeluarga tahu hatinya sakit banget. Tapi dia coba bangkit.

          Gak berapa lama, Om Ading nikah sama wanita pilihan ayahnya. Tante gue datang. Dengan sangat cantik dan anggun, dia datang ke altar pernikahan menyalami kedua pengantin. Menyalami wanita itu dan Om Ading. Saat itu, gue juga datang. Gue lihat gimana kuatnya tante gue terima kenyataan. Gue lihat gimana raut wajahnya Om Ading yang sebenernya gak bisa terima kenyataan. Dia-menikahi-wanita-yang-tidak-ia-cintai. Tetapi wanita yang ia cintai justru datang saat pernikahannya. Ia terluka karena wanita yang ia cintai begitu kuat tanpanya.

          Tante gue bangkit walau belum seutuhnya bangkit. Lalu datang seseorang yang menawarkan cinta padanya. Teman kantor. Mereka mulai pacaran dan akhirnya menikah hingga saat ini. Sekarang tante gue punya 3 anak yang lucu-lucu. Ya, walaupun pernikahannya tidak selancar ring ice skating. Banyak banget lika-likunya.

          Saat pernikahan tante gue, Om Ading gak datang, yang datang adeknya. Adeknya bilang, Om Ading udah siap-siap pake jas dan mau berangkat bareng adeknya, tapi istrinya ngunciin dia. Istrinya cemburu banget sama tante gue karena dia tahu Om Ading masih sayang banget sama tante gue. Kata adeknya, pernikahan Om Ading sedikit kacau karena rasa cinta itu susah muncul diantara keduanya. Ya, namanya juga dijodohin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar